Egois

saa
2 min readJul 28, 2023

Kembali ke rutinitas biasanya, aku dan Raska pulang sekolah bersama. Hari ini Raska ngga banyak biacara waktu kita di motor. Sebetulnya ini aneh, biasanya dia akan jadi yang paling cerewet waktu diatas motor, tapi hari ini dia jadi yang paling diam.

Sesampainya di rumah ku, Raska segera memarkirkan motornya. Hari ini dia bilang mau bicara penting dengan ku. Entah, hal penting apa yang akan dia bicarakan. Saat ini, aku dan Raska berada di teras depan Rumah ku.

“ Nad, sebentar. Ngobrolnya disini aja, cuma sebentar.” Ucap Raska menahan pergerakan ku.

“ Ngga di dalam aja? Biasanya juga ngobrol di gazebo taman belakang.”

“ Disini aja Nad.”

“ Oke, mau ngobrol apa?”

“ Gua suka sama lu.”

Satu kalimat yang ngga pernah aku harapkan keluar dari mulut Raska.

“ Gua suka sama lu Nad.” Ucap Raska lagi.

“ Jangan bercanda, lu sama zura “

“ Gua ngga ada apa-apa sama Zura. Selama ini gua deketin zura Cuma buat yakiniin perasaan gua. Gua ngga pernah suka sama Zura.”

Secepat kilat Raska memotong ucapanku. Memberi pernyataan yang ngga pernah terpikirkan oleh ku.

“ Ka? Maksud lu?”

“ Gua tau yang gua lakuin salah besar. Gua nyakitin Zura, Nad. Gua ngorbanin perasaan Zura biar gua tau perasaan gua yang sebenarnya.”

“ Ngga ka, lu ngga boleh suka sama gua.”

“ Kenapa? Karena kita sahabatan? Karena Zura suka sama gua? Atau Karena Januar lebih dulu ngajak lu pdkt? Karena apa Nad gua ga boleh suka sama lu? Kasih tau gua.” Ucap Raska penuh penekanan.

“ Karena lu pernah bilang, ngga boleh ada rasa itu diantara kita ka.”

“ Gua tarik kata-kata gua Nad.”

“ Ngga, lu ngga bisa seenaknya tarik kata-kata lu. Balik ke Zura, Ka.”

“ Lu ga suka sama gua Nad?”

“ Suka, gua suka sama lu Ka. Jauh sebelum lu sadar sama perasaan lu, gua lebih dulu sadar kalau gua suka sama lu. Selama ini gua mati matian untuk ngga ungkapin perasaan gua supaya persahabatan kita baik-baik aja. Jadi, tolong jangan pernah lagi lu ungkapin perasaan lu ke gua, Ka.”

“ Nad “

“ Engga, Pulang Ka.” Ucapku seraya meninggalkan Raska sendiri di teras depan.

Aku suka Raska, bahkan aku pernah berpikir untuk memiliki Raska sepenuhnya. Aku mau hubungan ku dengan Raska lebih dari sekedar sahabat. Banyak scenario jahat di otak ku waktu tau Raska memilih dekat dengan Azurra. Banyak cara ku rangkai untuk menghancurkan hubungan mereka. Tapi, ngga ada satu pun yang aku realisasikan, semua rencana hanya jadi rencana. Mati-matian aku tahan semuanya sendiri, mengapa Raska bisa se-egois ini? Siapa yang kasih di keberanian buat ngelakuin semua hal bodoh ini?.

Hari itu, untuk pertama kalinya aku berharap untuk ngga pernah lagi bertemu Raska.

--

--